Sunday, January 26, 2020
Perkembangan
Perkembangan CADANGAN DEVISA, FINANCIAL DEEPENING DAN STABILISASI NILAI TUKAR RIIL RUPIAH AKIBAT GEJOLAK NILAI TUKAR PERDAGANGAN Abstract These papers analyze the influence of the international reserves and the financial deepening on the real exchange rate stabilization due to the terms of trade shock. The analysis covers 6 countries with quarterly data (Indonesia, United States, Japan, Hong Kong, Singapore and South Korea during the period of 2000.1 to 2006.4). This research utilizes the international reserves mitigation and the financial deepening mitigation model. This result shows that the reserves mitigation terms variable plays important role as the real exchange rate stabilization regarding the terms of trade shock in a common sample, but not in specific country. The mitigation effect associated with international reserves (buffer stock effect) applies only in South Korea. While for United State and Indonesia mitigation effect associated with international reserves opposite way. Even for Hong Kong, Japan and Singapore, the mitigation effect does not have significant induces real exchange rate stability. Furthermore, the financial deepening mitigation terms variable cannot be treated as the real exchange rate stabilization in a common sample, but not specific country. The mitigation effect associated with financial deepening (shock absorber effect) applies only in United States and Indonesian economic, while for South Korea the mitigation effect associated with the financial deepening works in opposite way. Even for Hong Kong, Japan and Singapore, the mitigation effect of financial deepening does not have significant induces real exchange rate stability. In Indonesian economic, the financial deepening is more effective than the international reserve to create the real exchange rate stability. The shock absorber effect in Indonesia is more effective than the buffer stock effect to stabilize the real exchange rate due to the terms of trade shock. JEL Classification: E44, F31, F32 Keywords: International reserves, buffer stock, financial deepening, shock absorber, terms of trade shock, real exchange rate. I. PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi Indonesia dewasa ini menunjukkan semakin terintegrasi dengan perekonomian dunia. Hal ini merupakan konsekuensi dari dianutnya sistem perekonomian terbuka yang dalam aktivitasnya selalu berhubungan dan tidak lepas dari fenomena hubungan internasional. Adanya keterbukaan perekonomian ini memiliki dampak pada perkembangan neraca pembayaran suatu negara yang meliputi arus perdagangan dan lalu lintas modal terhadap luar negeri suatu negara. Salah satu bentuk aliran modal yang masuk ke dalam negeri yaitu dapat berupa devisa yang berasal dari perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara tersebut. Meningkatnya ekspor suatu negara akan membawa keuntungan yaitu kenaikan pendapatan, kenaikan devisa, transfer modal dan makin banyaknya kesempatan kerja. Demikian pula meningkatnya impor suatu negara akan memberikan lebih banyak alternatif barang-barang yang dapat dikonsumsi dan terpenuhinya kebutuhan bahan-bahan baku penolong serta barang modal untuk kebutuhan industri di negara-negara tersebut dan transfer teknologi. Perdagangan internasional akan terjadi pada suatu perbandingan harga tertentu yaitu antara harga ekspor dan harga impor yang sering disebut nilai tukar perdagangan (terms of trade, TOT). Nilai tukar perdagangan besar sekali pengaruhnya terhadap kesejahteraan suatu bangsa dan juga sebagai pengukur posisi perdagangan luar negeri suatu bangsa. TOT yang disimbolkan dengan N dihitung sebagai perbandingan antara indeks harga ekspor (Px) dengan indeks harga impor (Pm) atau N = Px/Pm (Nopirin 1992: 71). Kenaikan N menunjukkan perbaikan di dalam Terms of Trade. Perbaikan terms of trade ini dapat timbul sebagai akibat nilai perubahan harga ekspor yang lebih besar realatif terhadap harga impor. Perbaikan terms of trade akan meningkatkan pendapatan negara tersebut dari perdagangan demikian sebaliknya. Selain mempengaruhi pendapatan negara, pergerakan TOT juga mempengaruhi nilai tukar riil, (Mankiw, 2000: 195). Upaya untuk mengatasi pengaruh memburuknya terms of trade terhadap nilai tukar ini dapat menggunakan cadangan devisa (international reserves) yang dimiliki negara yang bersangkutan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Aizenman and Crichton (2006), menyebutkan bahwa negara-negara yang mengekspor barangà barang sumberdaya alam memiliki volatilitas terms of trade yang 3 kali lebih volatil dibandingkan negara-negara yang mengekspor barang manufaktur. Selain besaran pergerakan TOT, volatilitas ini juga mempengaruhi nilai tukar riil suatu negara Pada dasarnya international reserves berfungsi sebagai buffer stock untuk berjaga-jaga guna menghadapi ketidakpastian keadaan yang akan datang. Sehingga, apabila terjadi depresiasi nilai tukar riil akibat memburuknya terms of trade maka disitulah international reserves berfungsi sebagai penstabil. Perbaikan terms of trade akan meningkatkan aliran modal masuk sehingga akan kembali mendorong apresiasi nilai tukar riil. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Rajan dan Siregar (2004), diperoleh bahwa reserves merupakan kunci utama dari suatu negara untuk dapat menghindari krisis ekonomi dan keuangan. Terutama bagi negara-negara dengan perekonomian yang terbuka dimana aliran modal internasional adalah volatil atau rentan terhadap terjadinya shock yang merambat dari negara lain (contagion effect). Bahwa dengan melihat pengalaman krisis yang terjadi pada tahun 1997, negara yang memiliki reserves yang besar dapat menghindari contagion effect dari krisis dengan lebih baik dibandingkan dengan negara yang memiliki reserves yang kecil. Upaya untuk mengatasi gejolak nilai tukar akibat terms of trade shock selain dengan international reserves juga dapat diatasi dengan mengukur financial deepening (kedalaman sektor keuangan) suatu negara. Financial deepening diukur melalui rasio M2 dibagi GDP (Gross Domestic Product). Penggunaan rasio ini dikarenakan merupakan rasio paling umum yang digunakan untuk mengukur perkembangan sektor keuangan suatu negara. Hasil rasio ini akan menunjukkan rasio penggunaan M2 untuk menghasilkan setiap GDP. Semakin kecil dalam rasio tersebut menunjukkan semakin dangkal sektor keuangan suatu negara dan semakin besar rasio tersebut menunjukkan sektor keuangan negara tersebut semakin dalam. Suatu negara dengan rasio financial deepening yang besar cederung mengurangi peran international reserves sebagai penstabil nilai tukar riil. Hal ini dikarenakan negara dengan rasio financial deepening yang besar dapat dikatakan telah memiliki pertumbuhan ekonomi yang sudah baik sehingga negara tersebut dapat mengatasi gejolak nilai tukar akibat terms of trade shock dengan penyesuaian otomatis melalui mekanisme pasar, Aizenman dan Crichton (2006). Karakteristik Indonesia sebagai à ¢Ãâ â⬠small open economyà ¢Ãâ â⬠yang menganut sistem devisa bebas dan sistem nilai tukar mengambang (free floating) menyebabkan pergerakan nilai tukar di pasar rentan oleh pengaruh faktor ekonomi dan non-ekonomi. Untuk mengurangi gejolak nilai tukar yang berlebihan maka pelaksanaan intervensi menjadi sangat penting terutama untuk menjaga stabilitas nilai tukar pada saat tertentu yang benar-benar dibutuhkan agar dapat memberikan kepastian bagi dunia usaha. Salah satu bentuk intervensi itu adalah dengan menggunakan international reserves dan ini sejalan dengan argumentasi Aizenman,dkk (2004) bahwa suatu negara yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas akan cenderung mengurangi permintaan international reserves-nya. Di Indonesia, Bank Indonesia sejauh ini berupaya untuk mengoptimalkan berbagai fasilitas atau insentif agar semakin banyak eksportir yang bersedia menyerahkan devisa hasil ekspornya ke Bank Indonesia (Goeltom dan Zulverdi, 1998). Bahkan dalam masa krisis pasar modal global 2008 ini, Bank Indonesia mewajibkan pengguna valas untuk melaporkan peruntukannya jika melebihi US$10.000 per bulan. Permasalahan mendasar yang diangkat dalam penelitian ini diantaranya: 1) Bagaimanakah pengaruh international reserves dalam perannya sebagai penstabil nilai tukar riil akibat terms of trade shock. 2) Bagaimanakah pengaruh financial deepening dalam perannya sebagai penstabil nilai tukar riil akibat terms of trade shock. Kedua permasalahan tersebut akan dibahas bagaimanakah pengaruhnya di keseluruhan obyek penelitian dan juga secara spesifik setiap Negara untuk memperoleh perbandingan antar Negara, khususnya antara Indonesia dengan Negara-negara mitra dagang utama (Amerika serikat, Jepang, Singapura, Korea Selatan dan Hongkong). II. TEORI II.1. International Reserves ââ°ËThe need of a central bank for international reserves is similar to an individualà »s desire to hold cash balances (currency and checkable deposits)à ¢Ãâ â⬠(Carbaugh, 2004: 513). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan international reserves bagi suatu negara mempunyai tujuan dan manfaat seperti halnya manfaat kekayaan bagi suatu individu. Motif kepemilikan international reserves dapat disamakan dengan motif seseorang untuk memegang uang yaitu untuk motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Motif transaksi antara lain untuk membiayai transaksi impor yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung proses pembangunan, motif berjaga-jaga berkaitan dengan mengelola nilai tukar, serta motif yang ketiga adalah untuk lebih memenuhi kebutuhan diversifikasi kekayaan (memperoleh return dari kegiatan investasi dengan international reserves (Gandhi, 2006: 1). Jhingan (2001) menyatakan bahwa ââ°ËInternational liquidity (generally used as a synonym for international reserves) is defined as the aggregate stock of internally acceptable assets held by the central bank to settle a deficit in a countryà »s balance of payments. International reserves merupakan asset dari bank sentral yang dipergunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan neraca pembayaran. Definisi tersebut senada dengan konsep International Reserves and Foreign Currency Lliquidity (IRFCL) yang dikeluarkan oleh IMF bahwa international reserves didefinisikan sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu guna membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter 3. 3 Guidelines for International Reserves and Foreign Currency Liquidity, IMF, 2001. Sedangkan menurut Salvatore (1996: 513), bahwa international reserves merupakan asset-asset likuid dan berharga tinggi yang dimiliki suatu negara yang nilainya diakui atau diterima oleh masyarakat internasional dan dapat dipakai sebagai alat-alat pembayaran yang sah bagi pemerintah atau negara yang merupakan pemiliknya dalam mengadakan transaksi-transaksi atau pembayaran internasional. Selain untuk tujuan stabilisasi nilai tukar, terkait dengan neraca pembayaran international reserves dapat digunakan untuk membiayai impor dan membayar kewajiban luar negeri. Besar kecilnya akumulasi international reserves suatu negara biasanya ditentukan oleh kegiatan perdagangan (ekspor dan impor) serta arus modal negara tersebut. Kecukupan international reserves ditentukan oleh besarnya kebutuhan impor dan sistem nilai tukar yang digunakan. Dalam sistem nilai tukar yang mengambang bebas, fungsi international reserves adalah untuk menjaga stabilitas nilai tukar hanya terbatas pada tindakan untuk mengurangi fluktuasi nilai tukar yang terlalu tajam. Oleh karena itu, international reserves yang dibutuhkan tidak perlu sebesar international reserves yang dibutuhkan apabila negara tersebut mengadopsi sistem nilai tukar tetap. Wujud utama dari international reserves adalah emas, hard currencies yang pada umumnya dalam bentuk empat jenis mata uang utama yang dianggap paling berpengaruh di dunia, yaitu: US dollar, Euro, Poundsterling dan Yen serta surat-surat berharga terbitan IMF yang biasa disebut sebagai Special Drawing Rights (SDRs). Penjelasan lebih rinci mengenai komponen international reserves sebagaimana dijelaskan oleh Gandhi (2006: 4). Berkaitan dengan sifat dari rezim nilai tukar (sistem nilai tukar tetap, mengambang dan mengambang terkendali) di negara yang menganut sistem nilai tukar tetap pada umumnya memerlukan international reserves yang besar untuk mempertahankan nilai tukar pada level yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan oleh ketakutan negara itu akan ketidakpastian dalam sistem nilai tukar mengambang bebas yang diterapkannya. Sehingga, sebagai upaya untuk berjagaâËÅ¡jaga dalam menghadapi fluktuasi nilai tukarnya otoritas moneter negara tersebut membutuhkan international reserves dalam jumlah yang dianggap memadai guna stabilisasi nilai tukar. Pada sistem nilai tukar mengambang, terjadinya pergerakan nilai tukar dapat diatasi sendiri oleh mekanisme pasar, sehingga jumlah international reserves yang dibutuhkan tidak sebanyak yang dibutuhkan oleh suatu negara dengan sistem nilai tukar tetap yang rigid. Menurut Carbaugh (2004: 516), tujuan utama dari international reserves adalah untuk memfasilitasi pemerintah dalam melakukan intervensi pasar sebagai upaya untuk menstabilkan nilai tukar. Sehingga, suatu negara dengan aktivitas stabilisasi yang aktif memerlukan jumlah international reserves yang besar pula. Keterbukaan perekonomian suatu negara tercermin dengan semakin besarnya transaksi perdagangan dan aliran modal antar negara. Semakin terbuka perekonomian suatu negara kebutuhan international reserves-nya cenderung semakin besar guna membiayai transaksi perdagangan. Parameter yang biasa dipakai untuk mengukur kecukupan international reserves sehubungan dengan transaksi perdagangan antar negara adalah marginal propensity to import. Semakin besar angka propensity tersebut menunjukkan semakin besarnya kebutuhan international reserves yang harus dimiliki dan semakin kecil angka propensity tersebut menunjukkan semakin kecilnya kebutuhan international reserves yang harus dimiliki (Gandhi, 2006: 11). Dengan tersedianya international reserves yang mencukupi maka apabila suatu negara mengahadapi kondisi terms of trade yang buruk yang kemudian akan berpengaruh pada nilai tukar riilnya maka international reserves dapat berperan sebagai absorber. II.2. Nilai Tukar Perdagangan (Terms of Trade) Terdapat beberapa konsep tentang TOT. Konsep pertama merupakan konsep yang paling umum digunakan, yaitu net barter terms of trade atau juga dapat disebut commodity terms of trade. Net barter terms of trade adalah perbandingan antara indeks harga ekspor dengan indeks harga impor. Kenaikan ekspor menunjukkan perbaikan di dalam nilai tukar perdagangan, artinya untuk sejumlah tertentu ekspor dapat diperoleh jumlah impor yang lebih banyak dengan melalui hubungan harga (Nopirin, 1995: 71). Forumulasinya dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: (III.1) Dimana, Px adalah Indeks harga ekspor; Pm adalah Indeks harga impor; dan 100 adalah Indeks tahun dasar. Bila N >100 atau terjadi kenaikan net barter terms of trade maka berarti terjadi perkembangan perdagangan luar negeri yang positif karena dengan nilai ekspor tertentu diperoleh nilai impor yang lebih besar (Hady, 2001:77). Konsep kedua adalah gross barter terms of trade, merupakan perbandingan antara indeks volume impor dengan indeks volume ekspor. Konsep ini menjadi tidak penting karena kurang memberikan gambaran tentang perubahan harga. Oleh karena itu, apabila konsep terms of trade tanpa diberi penjelasan apa-apa maka yang dimaksud adalah konsep net barter terms of trade. Konsep ketiga adalah income terms of trade yang dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : (III.2) Dimana: N adalah net barter terms of trade; Px adalah Indeks harga ekspor; Pm adalah Indeks harga impor; dan Qx adalah Indeks kuantitas ekspor. Berdasarkan konsep ini, kenaikan income terms of trade menunjukkan bahwa suatu negara dapat memperoleh jumlah impor yang lebih besar dengan dasar kenaikan nilai ekspornya. Bagi negara-negara yang sedang berkembang, selain variabel harga juga sangat penting untuk menilai terms of trade ini dengan mempertimbangkan volume ekspornya karena kenaikan harga ekspor yang tinggi mungkin diimbangi dengan turunnya volume ekspor. Perbaikan TOT dapat timbul sebagai akibat: (1) harga ekspor naik sedang harga impor tetap; (2) harga ekspor tetap sedang harga impor turun; (3) harga ekspor naik dengan proporsi yang lebih besar daripada naiknya harga impor; (4) harga ekspor turun dengan proporsi yang lebih kecil daripada turunnya harga impor. Mekanisme bagaimana TOT dapat berpengaruh pada nilai tukar riil adalah dapat dilihat dari sebuah mekanisme sederhana yaitu perbaikan TOT akan meningkatkan aliran modal masuk yang berasal dari perdagangan yang selanjutnya dapat mengapresiasi nilai tukar riil dan sebaliknya. Memburuknya TOT akan mengakibatkan permintaan valuta asing meningkat sehingga akan mendepresiasi nilai tukar riil. Terkait dengan jenis produksi yang diperdagangkan, maka secara umum nilai tukar perdagangan komoditi (commodity terms of trade atau net barter terms of trade) negaraà negara berkembang cenderung mengalami kemerosotan dari waktu ke waktu. Salah satu penyebab utamanya adalah sebagian besar atau bahkan semua kenaikan produktivitas yang terjadi di negara-negara maju dialirkan ke para pekerjanya dalam bentuk upah dan pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan sebagian besar atau seluruh kenaikan produktivitas yang berlangsung di negara-negara berkembang diwujudkan sebagai harga-harga produk yang lebih murah (Salvatore, 1996 : 431). II.3. Nilai Tukar Riil (Real Exchange Rate) dan Pasar Valas Setiap negara memiliki sebuah mata uang yang menunjukkan harga-harga barang dan jasa. Pengertian nilai tukar valuta asing adalah ââ°ËExchange rate is the price of one nationà »s money in terms of another nationà »s money.à ¢Ãâ â⬠ââ°ËThe nominal exchange rate is usually called the exchange rateà ¢Ãâ â⬠. Menurut definisi tersebut nilai tukar diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar nominal biasa disebut nilai tukar (exchange rate) (Pugel, 2004). Menurut Mankiw, nilai tukar nominal adalah harga relatif dimana seseorang dapat memperdagangkan mata uang suatu negara dengan mata uang lainnya (Mankiw, 2000: 200). Dengan menggunakan suatu indeks harga untuk Indonesia (P), sebuah indeks harga untuk harga-harga di luar negeri (P*) dan nilai tukar nominal antara rupiah dengan mata uang asing (e), akan dapat diukur nilai tukar riil keseluruhan antara Indonesia dengan negara-negara lain sebagai berikut : Nilai Tukar Riil = (e x P) / P* (III.3) Terdapat paling tidak 3 faktor utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing. Pertama, faktor pembayaran impor. Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan cenderung melemah. Kedua, faktor aliran modal keluar (capital outflow). Semakin besar aliran modal keluar, maka semakin besar permintaan valuta asing dan pada kelanjutannya akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) kepada pihak asing dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri. Ketiga , kegiatan spekulasi. Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan oleh spekulan, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing. Sementara itu, penawaran valuta asing dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, faktor penerimaan hasil ekspor. Semakin besar volume penerimaan ekspor barang dan jasa, maka semakin besar jumlah valuta asing yang dimiliki oleh suatu negara dan pada lanjutannya nilai tukar terhadap mata uang asing cenderung menguat atau apresiasi. Kedua, faktor aliran modal masuk (capital inflow). Semakin besar aliran modal masuk, maka nilai tukar akan cenderung semakin menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa penerimaan hutang luar negeri, penempatan dana jangka pendek oleh pihak asing (portofolio investment) dan investasi langsung pihak asing (foreign direct investment) (Simorangkir dan Suseno, 2004: 6). II.4. Financial Deepening Ukuran dari perkembangan intermediasi keuangan biasanya digunakan pengukuran indikator melalui kuantitas, kualitas, dan efisiensi dari jasa intermediasi keuangan (Calderon, 2002:5). Terdapat beberapa indikator untuk mengetahui seberapa besar tingkat perkembangan sektor keuangan salah satu diantaranya adalah rasio antara aset keuangan dalam negeri terhadap GDP (Muklis, 2005: 2). Menurut King dan Levine (1993), ââ°ËFinancial deepening means an increase in the money supply of financial assets in the economy, it is important to develop some measures of the widest range of financial assets, including money.à ¢Ãâ â⬠Selain itu, King dan Levine merancang 4 ukuran dalam perhitungan perkembangan sektor keuangan. Pertama, ukuran dari kedalaman sektor keuangan adalah rasio dari kewajiban lancar (liquid liabilities) dari sistem keuangan terhadap GDP. Kewajiban lancar dalam hal ini adalah M3, namun apabila M3 tidak bisa didapatkan maka digunakan M2. Hal ini sejalan dengan IMF dalam database International Financial Statistic dan juga Slangor (1991:11). Kedua , adalah rasio dari deposit money bank domestic asset dibagi dengan deposit money bank domestic asset ditambah dengan central bank domestic asset yang menggambarkan institusi keuangan yang lebih spesifik. Ketiga , rasio kredit dari sektor swasta non keuangan dibagi dengan total kredit domestik. Keempat, adalah rasio kredit sektor swasta non-keuangan dibagi dengan GDP. Dua yang terakhir ini menggambarkan ukuran kuangan sektor dan tingkat pinjaman publik (King dan Levine, 1993: 4). Penggunaan rasio M2 terhadap GDP sebagai indikator financial deepening juga dibenarkan oleh King dan Levine, (1993: 5). Semakin kecil rasio tersebut maka semakin dangkal sektor keuangan suatu negara. Suatu negara dikatakan memiliki sektor keuangan yang dalam apabila M2 > 20% dari GDP dan dangkal apabila M2 III. METODOLOGI Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan merupakan data panel, mencakup periode 2000:Q1 2006:Q4 dan 6 negara yakni Indonesia dan 5 negara mitra dagang utamanya yaitu; Amerika Serikat, Jepang, Hongkong, Singapura dan Korea Selatan. Sumber utama data berasal dari International Financial Statistic yang diterbitkan oleh IMF. Teknik estimasi data panel digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh international reserves yang digunakan dalam rangka stabilisasi nilai tukar akibat terms of trade shock. Selain itu model ini juga diperunakan untuk melihat bagaimana peran financial deepening suatu negara dalam stabilisasi nilai tukar ini. Model persamaan yang diestimasi, dikembangkan dari penelitian (Aizenman dan Crichton, 2006), yakni: 1. Model international reserves mitigation terms : (III.4) 2. Model financial deepening mitigation terms : Dimana : RER adalah nilai tukar riil (Real Exchange Rate); ETOT adalah efektifitas nilai tukar perdagangan yang dinilai dari keterbukaan perdagangan (Trade Openness) yang dikalikan dengan nilai tukar perdagangan (Terms of Trade); RES adalah cadangan internasional (International reserves); FD adalah kedalaman sektor keuangan (Financial Deepening); i adalah crossection indentification; t adalah time series identification; à µit adalah Koefisien pengganggu (error terms) 4. Varian pertama dari teknik estimasi data panel adalah pendekatan pooled least square (PLS) yang secara sederhana menggabungkan seluruh data time series dan cross section dan kemudian mengestimasi model dengan menggunakan metode ordinary least square (OLS) 5. Pendekatan kedua adalah fixed effect model (FEM) yang memperhitungkan kemungkinan perbedaan intercept antar individu yang ditunjukkan dengan kehadiran à ±i pada persamaan (III.6). Secara teknis, model dengan fixed effect menambahkan dummy variables sebanyak N-1 buah ketika terdapat N individu. Pendekatan ketiga adalah random effect model (REM) yang dapat memperbaiki efisiensi proses least square dengan memperhitungkan error dari time series dan cross section. Berbeda dengan FEM, model REM memperlakukan intercept sebagai random variable dengan rata-rata à ± dengan stokastik terms à µit. Model random effect adalah variasi dari estimasi generalized least square (GLS). Model data panel untuk masing-masing varian teknik tersebut adalah sebagai berikut (Gujarati, 2003: 640): a. Pooled Least Square (III.6) b. Fixed Effect (III.7) c. Random Effect (III.8) Pada dasarnya penggunaan metode data panel memiliki beberapa keunggulan (Widarjono, 2005: 254). Pertama , panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit dengan mengijinkan variabel spesifik individu. Kemampuan mengontrol heterogenitas 4 Definisi operasional variabel lebih detail dapat dilihat dilampiran IV.A. 5 Lihat: Baltagi, 2002 ; Gujarati, 2003 ; Maddala ; 1993 ; Pindyck dan Rubinfeld, 1998. individu ini pada gilirannya menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Kedua, jika efek spesifik signifikan berkorelasi dengan variabel penjelas lainnya, penggunaan panel data akan mengurangi masalah omitted variables secara substansial. Ketiga , data panel mendasarkan diri pada observasi cross section yang berulang-ulang (time series), sehingga metode data panel cocok untuk digunakan sebagai study of dynamic adjustment. Keempat, tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informatif, lebih variatif, kolinearitas antar variabel yang semakin berkurang dan peningkatan derajat kebebasan (degree of freedom), sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien. Kelima, data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks. Keenam, data panel dapat meminimalisir bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu. Keunggulan-keunggulan tersebut diatas memiliki implikasi pada tidak diperlukannya pengujian asumsi klasik dalam model data panel, sesuai apa yang ada dalam beberapa literatur yang digunakan dalam penelitian ini6. Dalam estimasi selanjutnya sebagai persyaratan estimasi regresi data panel, perlu di pilih penggunaan antara pooled least square, random effect model atau fixed effect model. Ketiga model tersebut akan berbeda dalam intrepetasi selanjutnya sehingga perlu dilakukan pemilihan model untuk memperoleh estimasi yang efisien sesuai dengan penggunaan regresi data panel. Pertama uji statistik F digunakan untuk memilih antara metode PLS tanpa variabel dummy atau memilih Fixed Effect. Kedua uji Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk memilih antara OLS tanpa variabel dummy atau memilih Random Effect. Terakhir , untuk memilih antara Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect Model (REM) digunakan uji yang dikemukakan oleh Hausman. Jika data time series lebih besar dibandingkan data cross section maka teknik efek acak (REM) kurang tepat atau tidak dapat dipakai untuk mengestimasi suatu model (Telisa, 2004:30)7. Dalam model penelitian ini teknik Random Effect Model (REM) tidak dapat digunakan, karena pada penelitian ini jumlah time series (28 time series) lebih besar dibandingkan dengan jumlah cross section (6 cross section). Oleh sebab itu pemilihan teknik estimasi dalam penelitian ini hanya memilih diantara dua teknik estimasi yaitu PLS (Pooled Least Square) atau FEM (Fixed Effect Model). Hasil pengujian menyarankan penggunaan Model Fixed Effect (Unrestricted) dalam penelitian ini. 6 Lihat: Maddala, 1998; Pindyck Rubinfeld, 1991; Greene, 2003; Gujarati, 2003; Widarjono, 2005. 7 Ibid IV. HASIL DAN ANALISA IV.1. Model International Reserves Mitigation Terms Berdasarkan hasil pengolahan data dalam tabel III.1. koefisien determsinasi model International Reserves Mitigation Terms untuk keseluruhan negara adalah sebesar 0.999602 sedangkan untuk estimasi spesifik masing-masing negara adalah sebesar 0.999845. Artinya variasi variabel independen dalam model tersebut mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen kedua model tersebut masing-masing sebesar 99,96% dan 99,98%. Secara simultan, variabel-variabel yang digunakan dalam estimasi keseluruhan maupun estimasi spesifik memiliki pengaruh yang signifikan, kondisi tersebut dapat diketahui dari nilai Fyang masing-masing sebesar 57441.05 dan 57032.28. Nilai tersebut melebihi nilai kritis yang dipersyaratkan sesuai dengan F-tabel hingga taraf signifikansi 1%. Dengan demikian nilai F> Fyang berarti H ditolak. Secara parsial sebagaimana terdapat dalam tabel dibawah menunjukkan pengaruh masing-masing variabel bebas yang signifikan terhadap variabel nilai tukar riil (variabel dependen) pada estimasi secara keseluruhan. Namun untuk estimasi spesifik masing-masing negara hanya variabel effective terms of trade Indonesia, reserves mitigation terms Indonesia, Korea dan Amerika yang signifikan secara statistik mempengaruhi vriabel real exchange rate. Sumber: Hasil pengolahan Keterangan: * = Signifikan 1%; **=Signifikan 5%. Dari estimasi secara keseluruhan dalam tabel diatas terlihat bahwa pengaruh effective terms of trade (ETOT) terhadap real exchange rate (RER) adalah positif. Temuan empiris ini tidak sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu diharapkan bernilai negatif. Dengan asumsi bahwa peningkatan real exchange rate merupakan depresiasi nilai tukar domestik atau apresiasi nilai tukar mitra dagang, maka peningkatan pada effective terms of trade suatu negara terhadap negara-negara mitra dagangnya cenderung meningkatkan (depresiasi) real exchange rate. Rata-rata effective terms of trade keseluruhan negara obyek penelitian adalah 1,82, dengan perubahan pada real exchange rate rata-rata apresiasi sebesar 0,04%. Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa elastisitas real exchange rate terhadap effective terms of trade shock ialah kenaikan effective terms of trade sebesar 1% mempengaruhi real exchange rate sebesar 0.28%. Dapat diartikan bahwa perbaikan effective terms of trade akan menyebabkan mata uang luar negeri mengalami apresiasi terhadap mata uang dalam negeri. Kondisi demikian menggambarkan bahwa keterbukaan perdagangan memiliki sisi negatif yaitu kecenderungan untuk melemahkan nilai tukar suatu negara ketika terjadi penurunan kinerja perekonomian negara mitra dagang tersebut dan dengan dukungan trade openness dan effective terms of trade yang semakin meningkat. Kondisi ini secara aktual dapat digambarkan pada resesi global pada saat ini yang hampir tidak sedikitpun negara yang menuai imbas negatif. Hampir seluruh perekonomian dunia termasuk nilai tukarnya cenderung terdepresiasi dan perekonomian berjalan lambat. Ketidaksesuaian hasil ini dimungkinkan juga dikarenakan kekuatan pasar yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar. Aliran modal jangka pendek, aliran keuangan internasional baik dari pemerintah maupun swasta yang erat kaitannya dengan keterbukaan perekonomian suatu negara memungkinkan berpengaruh pada nilai tukar riil. Besaran (magnitude) effective terms of trade dalam mempengaruhi pasar nilai tukar dapat dikatakan terlalu kecil jika dibandingkan dengan varabel-variabel lain yang berkaitan dengan nilai tukar. Berdasarkan hasil estimasi dapat dikemukakan bahwa peningkatan atau perbaikan pada effective terms of trade suatu negara berdampak pada peningkatan (apresiasi) nilai tukar riil negara lain sebagai mitra dagang utamanya atau penurunan (depresiasi) nilai tukar pada negaranya sendiri. Dapat dikatakan pula bahwa perbaikan yang terjadi pada effective terms of trade suatu negara menguntungkan negara mitra dagangnya dari sisi nilai tukar, namun tidak untuk negaranya sendiri. Hal ini merupakan efek negatif keterbuk Perkembangan Perkembangan CADANGAN DEVISA, FINANCIAL DEEPENING DAN STABILISASI NILAI TUKAR RIIL RUPIAH AKIBAT GEJOLAK NILAI TUKAR PERDAGANGAN Abstract These papers analyze the influence of the international reserves and the financial deepening on the real exchange rate stabilization due to the terms of trade shock. The analysis covers 6 countries with quarterly data (Indonesia, United States, Japan, Hong Kong, Singapore and South Korea during the period of 2000.1 to 2006.4). This research utilizes the international reserves mitigation and the financial deepening mitigation model. This result shows that the reserves mitigation terms variable plays important role as the real exchange rate stabilization regarding the terms of trade shock in a common sample, but not in specific country. The mitigation effect associated with international reserves (buffer stock effect) applies only in South Korea. While for United State and Indonesia mitigation effect associated with international reserves opposite way. Even for Hong Kong, Japan and Singapore, the mitigation effect does not have significant induces real exchange rate stability. Furthermore, the financial deepening mitigation terms variable cannot be treated as the real exchange rate stabilization in a common sample, but not specific country. The mitigation effect associated with financial deepening (shock absorber effect) applies only in United States and Indonesian economic, while for South Korea the mitigation effect associated with the financial deepening works in opposite way. Even for Hong Kong, Japan and Singapore, the mitigation effect of financial deepening does not have significant induces real exchange rate stability. In Indonesian economic, the financial deepening is more effective than the international reserve to create the real exchange rate stability. The shock absorber effect in Indonesia is more effective than the buffer stock effect to stabilize the real exchange rate due to the terms of trade shock. JEL Classification: E44, F31, F32 Keywords: International reserves, buffer stock, financial deepening, shock absorber, terms of trade shock, real exchange rate. I. PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi Indonesia dewasa ini menunjukkan semakin terintegrasi dengan perekonomian dunia. Hal ini merupakan konsekuensi dari dianutnya sistem perekonomian terbuka yang dalam aktivitasnya selalu berhubungan dan tidak lepas dari fenomena hubungan internasional. Adanya keterbukaan perekonomian ini memiliki dampak pada perkembangan neraca pembayaran suatu negara yang meliputi arus perdagangan dan lalu lintas modal terhadap luar negeri suatu negara. Salah satu bentuk aliran modal yang masuk ke dalam negeri yaitu dapat berupa devisa yang berasal dari perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara tersebut. Meningkatnya ekspor suatu negara akan membawa keuntungan yaitu kenaikan pendapatan, kenaikan devisa, transfer modal dan makin banyaknya kesempatan kerja. Demikian pula meningkatnya impor suatu negara akan memberikan lebih banyak alternatif barang-barang yang dapat dikonsumsi dan terpenuhinya kebutuhan bahan-bahan baku penolong serta barang modal untuk kebutuhan industri di negara-negara tersebut dan transfer teknologi. Perdagangan internasional akan terjadi pada suatu perbandingan harga tertentu yaitu antara harga ekspor dan harga impor yang sering disebut nilai tukar perdagangan (terms of trade, TOT). Nilai tukar perdagangan besar sekali pengaruhnya terhadap kesejahteraan suatu bangsa dan juga sebagai pengukur posisi perdagangan luar negeri suatu bangsa. TOT yang disimbolkan dengan N dihitung sebagai perbandingan antara indeks harga ekspor (Px) dengan indeks harga impor (Pm) atau N = Px/Pm (Nopirin 1992: 71). Kenaikan N menunjukkan perbaikan di dalam Terms of Trade. Perbaikan terms of trade ini dapat timbul sebagai akibat nilai perubahan harga ekspor yang lebih besar realatif terhadap harga impor. Perbaikan terms of trade akan meningkatkan pendapatan negara tersebut dari perdagangan demikian sebaliknya. Selain mempengaruhi pendapatan negara, pergerakan TOT juga mempengaruhi nilai tukar riil, (Mankiw, 2000: 195). Upaya untuk mengatasi pengaruh memburuknya terms of trade terhadap nilai tukar ini dapat menggunakan cadangan devisa (international reserves) yang dimiliki negara yang bersangkutan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Aizenman and Crichton (2006), menyebutkan bahwa negara-negara yang mengekspor barangà barang sumberdaya alam memiliki volatilitas terms of trade yang 3 kali lebih volatil dibandingkan negara-negara yang mengekspor barang manufaktur. Selain besaran pergerakan TOT, volatilitas ini juga mempengaruhi nilai tukar riil suatu negara Pada dasarnya international reserves berfungsi sebagai buffer stock untuk berjaga-jaga guna menghadapi ketidakpastian keadaan yang akan datang. Sehingga, apabila terjadi depresiasi nilai tukar riil akibat memburuknya terms of trade maka disitulah international reserves berfungsi sebagai penstabil. Perbaikan terms of trade akan meningkatkan aliran modal masuk sehingga akan kembali mendorong apresiasi nilai tukar riil. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Rajan dan Siregar (2004), diperoleh bahwa reserves merupakan kunci utama dari suatu negara untuk dapat menghindari krisis ekonomi dan keuangan. Terutama bagi negara-negara dengan perekonomian yang terbuka dimana aliran modal internasional adalah volatil atau rentan terhadap terjadinya shock yang merambat dari negara lain (contagion effect). Bahwa dengan melihat pengalaman krisis yang terjadi pada tahun 1997, negara yang memiliki reserves yang besar dapat menghindari contagion effect dari krisis dengan lebih baik dibandingkan dengan negara yang memiliki reserves yang kecil. Upaya untuk mengatasi gejolak nilai tukar akibat terms of trade shock selain dengan international reserves juga dapat diatasi dengan mengukur financial deepening (kedalaman sektor keuangan) suatu negara. Financial deepening diukur melalui rasio M2 dibagi GDP (Gross Domestic Product). Penggunaan rasio ini dikarenakan merupakan rasio paling umum yang digunakan untuk mengukur perkembangan sektor keuangan suatu negara. Hasil rasio ini akan menunjukkan rasio penggunaan M2 untuk menghasilkan setiap GDP. Semakin kecil dalam rasio tersebut menunjukkan semakin dangkal sektor keuangan suatu negara dan semakin besar rasio tersebut menunjukkan sektor keuangan negara tersebut semakin dalam. Suatu negara dengan rasio financial deepening yang besar cederung mengurangi peran international reserves sebagai penstabil nilai tukar riil. Hal ini dikarenakan negara dengan rasio financial deepening yang besar dapat dikatakan telah memiliki pertumbuhan ekonomi yang sudah baik sehingga negara tersebut dapat mengatasi gejolak nilai tukar akibat terms of trade shock dengan penyesuaian otomatis melalui mekanisme pasar, Aizenman dan Crichton (2006). Karakteristik Indonesia sebagai à ¢Ãâ â⬠small open economyà ¢Ãâ â⬠yang menganut sistem devisa bebas dan sistem nilai tukar mengambang (free floating) menyebabkan pergerakan nilai tukar di pasar rentan oleh pengaruh faktor ekonomi dan non-ekonomi. Untuk mengurangi gejolak nilai tukar yang berlebihan maka pelaksanaan intervensi menjadi sangat penting terutama untuk menjaga stabilitas nilai tukar pada saat tertentu yang benar-benar dibutuhkan agar dapat memberikan kepastian bagi dunia usaha. Salah satu bentuk intervensi itu adalah dengan menggunakan international reserves dan ini sejalan dengan argumentasi Aizenman,dkk (2004) bahwa suatu negara yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas akan cenderung mengurangi permintaan international reserves-nya. Di Indonesia, Bank Indonesia sejauh ini berupaya untuk mengoptimalkan berbagai fasilitas atau insentif agar semakin banyak eksportir yang bersedia menyerahkan devisa hasil ekspornya ke Bank Indonesia (Goeltom dan Zulverdi, 1998). Bahkan dalam masa krisis pasar modal global 2008 ini, Bank Indonesia mewajibkan pengguna valas untuk melaporkan peruntukannya jika melebihi US$10.000 per bulan. Permasalahan mendasar yang diangkat dalam penelitian ini diantaranya: 1) Bagaimanakah pengaruh international reserves dalam perannya sebagai penstabil nilai tukar riil akibat terms of trade shock. 2) Bagaimanakah pengaruh financial deepening dalam perannya sebagai penstabil nilai tukar riil akibat terms of trade shock. Kedua permasalahan tersebut akan dibahas bagaimanakah pengaruhnya di keseluruhan obyek penelitian dan juga secara spesifik setiap Negara untuk memperoleh perbandingan antar Negara, khususnya antara Indonesia dengan Negara-negara mitra dagang utama (Amerika serikat, Jepang, Singapura, Korea Selatan dan Hongkong). II. TEORI II.1. International Reserves ââ°ËThe need of a central bank for international reserves is similar to an individualà »s desire to hold cash balances (currency and checkable deposits)à ¢Ãâ â⬠(Carbaugh, 2004: 513). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan international reserves bagi suatu negara mempunyai tujuan dan manfaat seperti halnya manfaat kekayaan bagi suatu individu. Motif kepemilikan international reserves dapat disamakan dengan motif seseorang untuk memegang uang yaitu untuk motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Motif transaksi antara lain untuk membiayai transaksi impor yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung proses pembangunan, motif berjaga-jaga berkaitan dengan mengelola nilai tukar, serta motif yang ketiga adalah untuk lebih memenuhi kebutuhan diversifikasi kekayaan (memperoleh return dari kegiatan investasi dengan international reserves (Gandhi, 2006: 1). Jhingan (2001) menyatakan bahwa ââ°ËInternational liquidity (generally used as a synonym for international reserves) is defined as the aggregate stock of internally acceptable assets held by the central bank to settle a deficit in a countryà »s balance of payments. International reserves merupakan asset dari bank sentral yang dipergunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan neraca pembayaran. Definisi tersebut senada dengan konsep International Reserves and Foreign Currency Lliquidity (IRFCL) yang dikeluarkan oleh IMF bahwa international reserves didefinisikan sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu guna membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter 3. 3 Guidelines for International Reserves and Foreign Currency Liquidity, IMF, 2001. Sedangkan menurut Salvatore (1996: 513), bahwa international reserves merupakan asset-asset likuid dan berharga tinggi yang dimiliki suatu negara yang nilainya diakui atau diterima oleh masyarakat internasional dan dapat dipakai sebagai alat-alat pembayaran yang sah bagi pemerintah atau negara yang merupakan pemiliknya dalam mengadakan transaksi-transaksi atau pembayaran internasional. Selain untuk tujuan stabilisasi nilai tukar, terkait dengan neraca pembayaran international reserves dapat digunakan untuk membiayai impor dan membayar kewajiban luar negeri. Besar kecilnya akumulasi international reserves suatu negara biasanya ditentukan oleh kegiatan perdagangan (ekspor dan impor) serta arus modal negara tersebut. Kecukupan international reserves ditentukan oleh besarnya kebutuhan impor dan sistem nilai tukar yang digunakan. Dalam sistem nilai tukar yang mengambang bebas, fungsi international reserves adalah untuk menjaga stabilitas nilai tukar hanya terbatas pada tindakan untuk mengurangi fluktuasi nilai tukar yang terlalu tajam. Oleh karena itu, international reserves yang dibutuhkan tidak perlu sebesar international reserves yang dibutuhkan apabila negara tersebut mengadopsi sistem nilai tukar tetap. Wujud utama dari international reserves adalah emas, hard currencies yang pada umumnya dalam bentuk empat jenis mata uang utama yang dianggap paling berpengaruh di dunia, yaitu: US dollar, Euro, Poundsterling dan Yen serta surat-surat berharga terbitan IMF yang biasa disebut sebagai Special Drawing Rights (SDRs). Penjelasan lebih rinci mengenai komponen international reserves sebagaimana dijelaskan oleh Gandhi (2006: 4). Berkaitan dengan sifat dari rezim nilai tukar (sistem nilai tukar tetap, mengambang dan mengambang terkendali) di negara yang menganut sistem nilai tukar tetap pada umumnya memerlukan international reserves yang besar untuk mempertahankan nilai tukar pada level yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan oleh ketakutan negara itu akan ketidakpastian dalam sistem nilai tukar mengambang bebas yang diterapkannya. Sehingga, sebagai upaya untuk berjagaâËÅ¡jaga dalam menghadapi fluktuasi nilai tukarnya otoritas moneter negara tersebut membutuhkan international reserves dalam jumlah yang dianggap memadai guna stabilisasi nilai tukar. Pada sistem nilai tukar mengambang, terjadinya pergerakan nilai tukar dapat diatasi sendiri oleh mekanisme pasar, sehingga jumlah international reserves yang dibutuhkan tidak sebanyak yang dibutuhkan oleh suatu negara dengan sistem nilai tukar tetap yang rigid. Menurut Carbaugh (2004: 516), tujuan utama dari international reserves adalah untuk memfasilitasi pemerintah dalam melakukan intervensi pasar sebagai upaya untuk menstabilkan nilai tukar. Sehingga, suatu negara dengan aktivitas stabilisasi yang aktif memerlukan jumlah international reserves yang besar pula. Keterbukaan perekonomian suatu negara tercermin dengan semakin besarnya transaksi perdagangan dan aliran modal antar negara. Semakin terbuka perekonomian suatu negara kebutuhan international reserves-nya cenderung semakin besar guna membiayai transaksi perdagangan. Parameter yang biasa dipakai untuk mengukur kecukupan international reserves sehubungan dengan transaksi perdagangan antar negara adalah marginal propensity to import. Semakin besar angka propensity tersebut menunjukkan semakin besarnya kebutuhan international reserves yang harus dimiliki dan semakin kecil angka propensity tersebut menunjukkan semakin kecilnya kebutuhan international reserves yang harus dimiliki (Gandhi, 2006: 11). Dengan tersedianya international reserves yang mencukupi maka apabila suatu negara mengahadapi kondisi terms of trade yang buruk yang kemudian akan berpengaruh pada nilai tukar riilnya maka international reserves dapat berperan sebagai absorber. II.2. Nilai Tukar Perdagangan (Terms of Trade) Terdapat beberapa konsep tentang TOT. Konsep pertama merupakan konsep yang paling umum digunakan, yaitu net barter terms of trade atau juga dapat disebut commodity terms of trade. Net barter terms of trade adalah perbandingan antara indeks harga ekspor dengan indeks harga impor. Kenaikan ekspor menunjukkan perbaikan di dalam nilai tukar perdagangan, artinya untuk sejumlah tertentu ekspor dapat diperoleh jumlah impor yang lebih banyak dengan melalui hubungan harga (Nopirin, 1995: 71). Forumulasinya dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: (III.1) Dimana, Px adalah Indeks harga ekspor; Pm adalah Indeks harga impor; dan 100 adalah Indeks tahun dasar. Bila N >100 atau terjadi kenaikan net barter terms of trade maka berarti terjadi perkembangan perdagangan luar negeri yang positif karena dengan nilai ekspor tertentu diperoleh nilai impor yang lebih besar (Hady, 2001:77). Konsep kedua adalah gross barter terms of trade, merupakan perbandingan antara indeks volume impor dengan indeks volume ekspor. Konsep ini menjadi tidak penting karena kurang memberikan gambaran tentang perubahan harga. Oleh karena itu, apabila konsep terms of trade tanpa diberi penjelasan apa-apa maka yang dimaksud adalah konsep net barter terms of trade. Konsep ketiga adalah income terms of trade yang dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : (III.2) Dimana: N adalah net barter terms of trade; Px adalah Indeks harga ekspor; Pm adalah Indeks harga impor; dan Qx adalah Indeks kuantitas ekspor. Berdasarkan konsep ini, kenaikan income terms of trade menunjukkan bahwa suatu negara dapat memperoleh jumlah impor yang lebih besar dengan dasar kenaikan nilai ekspornya. Bagi negara-negara yang sedang berkembang, selain variabel harga juga sangat penting untuk menilai terms of trade ini dengan mempertimbangkan volume ekspornya karena kenaikan harga ekspor yang tinggi mungkin diimbangi dengan turunnya volume ekspor. Perbaikan TOT dapat timbul sebagai akibat: (1) harga ekspor naik sedang harga impor tetap; (2) harga ekspor tetap sedang harga impor turun; (3) harga ekspor naik dengan proporsi yang lebih besar daripada naiknya harga impor; (4) harga ekspor turun dengan proporsi yang lebih kecil daripada turunnya harga impor. Mekanisme bagaimana TOT dapat berpengaruh pada nilai tukar riil adalah dapat dilihat dari sebuah mekanisme sederhana yaitu perbaikan TOT akan meningkatkan aliran modal masuk yang berasal dari perdagangan yang selanjutnya dapat mengapresiasi nilai tukar riil dan sebaliknya. Memburuknya TOT akan mengakibatkan permintaan valuta asing meningkat sehingga akan mendepresiasi nilai tukar riil. Terkait dengan jenis produksi yang diperdagangkan, maka secara umum nilai tukar perdagangan komoditi (commodity terms of trade atau net barter terms of trade) negaraà negara berkembang cenderung mengalami kemerosotan dari waktu ke waktu. Salah satu penyebab utamanya adalah sebagian besar atau bahkan semua kenaikan produktivitas yang terjadi di negara-negara maju dialirkan ke para pekerjanya dalam bentuk upah dan pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan sebagian besar atau seluruh kenaikan produktivitas yang berlangsung di negara-negara berkembang diwujudkan sebagai harga-harga produk yang lebih murah (Salvatore, 1996 : 431). II.3. Nilai Tukar Riil (Real Exchange Rate) dan Pasar Valas Setiap negara memiliki sebuah mata uang yang menunjukkan harga-harga barang dan jasa. Pengertian nilai tukar valuta asing adalah ââ°ËExchange rate is the price of one nationà »s money in terms of another nationà »s money.à ¢Ãâ â⬠ââ°ËThe nominal exchange rate is usually called the exchange rateà ¢Ãâ â⬠. Menurut definisi tersebut nilai tukar diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar nominal biasa disebut nilai tukar (exchange rate) (Pugel, 2004). Menurut Mankiw, nilai tukar nominal adalah harga relatif dimana seseorang dapat memperdagangkan mata uang suatu negara dengan mata uang lainnya (Mankiw, 2000: 200). Dengan menggunakan suatu indeks harga untuk Indonesia (P), sebuah indeks harga untuk harga-harga di luar negeri (P*) dan nilai tukar nominal antara rupiah dengan mata uang asing (e), akan dapat diukur nilai tukar riil keseluruhan antara Indonesia dengan negara-negara lain sebagai berikut : Nilai Tukar Riil = (e x P) / P* (III.3) Terdapat paling tidak 3 faktor utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing. Pertama, faktor pembayaran impor. Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan cenderung melemah. Kedua, faktor aliran modal keluar (capital outflow). Semakin besar aliran modal keluar, maka semakin besar permintaan valuta asing dan pada kelanjutannya akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) kepada pihak asing dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri. Ketiga , kegiatan spekulasi. Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan oleh spekulan, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing. Sementara itu, penawaran valuta asing dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, faktor penerimaan hasil ekspor. Semakin besar volume penerimaan ekspor barang dan jasa, maka semakin besar jumlah valuta asing yang dimiliki oleh suatu negara dan pada lanjutannya nilai tukar terhadap mata uang asing cenderung menguat atau apresiasi. Kedua, faktor aliran modal masuk (capital inflow). Semakin besar aliran modal masuk, maka nilai tukar akan cenderung semakin menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa penerimaan hutang luar negeri, penempatan dana jangka pendek oleh pihak asing (portofolio investment) dan investasi langsung pihak asing (foreign direct investment) (Simorangkir dan Suseno, 2004: 6). II.4. Financial Deepening Ukuran dari perkembangan intermediasi keuangan biasanya digunakan pengukuran indikator melalui kuantitas, kualitas, dan efisiensi dari jasa intermediasi keuangan (Calderon, 2002:5). Terdapat beberapa indikator untuk mengetahui seberapa besar tingkat perkembangan sektor keuangan salah satu diantaranya adalah rasio antara aset keuangan dalam negeri terhadap GDP (Muklis, 2005: 2). Menurut King dan Levine (1993), ââ°ËFinancial deepening means an increase in the money supply of financial assets in the economy, it is important to develop some measures of the widest range of financial assets, including money.à ¢Ãâ â⬠Selain itu, King dan Levine merancang 4 ukuran dalam perhitungan perkembangan sektor keuangan. Pertama, ukuran dari kedalaman sektor keuangan adalah rasio dari kewajiban lancar (liquid liabilities) dari sistem keuangan terhadap GDP. Kewajiban lancar dalam hal ini adalah M3, namun apabila M3 tidak bisa didapatkan maka digunakan M2. Hal ini sejalan dengan IMF dalam database International Financial Statistic dan juga Slangor (1991:11). Kedua , adalah rasio dari deposit money bank domestic asset dibagi dengan deposit money bank domestic asset ditambah dengan central bank domestic asset yang menggambarkan institusi keuangan yang lebih spesifik. Ketiga , rasio kredit dari sektor swasta non keuangan dibagi dengan total kredit domestik. Keempat, adalah rasio kredit sektor swasta non-keuangan dibagi dengan GDP. Dua yang terakhir ini menggambarkan ukuran kuangan sektor dan tingkat pinjaman publik (King dan Levine, 1993: 4). Penggunaan rasio M2 terhadap GDP sebagai indikator financial deepening juga dibenarkan oleh King dan Levine, (1993: 5). Semakin kecil rasio tersebut maka semakin dangkal sektor keuangan suatu negara. Suatu negara dikatakan memiliki sektor keuangan yang dalam apabila M2 > 20% dari GDP dan dangkal apabila M2 III. METODOLOGI Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan merupakan data panel, mencakup periode 2000:Q1 2006:Q4 dan 6 negara yakni Indonesia dan 5 negara mitra dagang utamanya yaitu; Amerika Serikat, Jepang, Hongkong, Singapura dan Korea Selatan. Sumber utama data berasal dari International Financial Statistic yang diterbitkan oleh IMF. Teknik estimasi data panel digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh international reserves yang digunakan dalam rangka stabilisasi nilai tukar akibat terms of trade shock. Selain itu model ini juga diperunakan untuk melihat bagaimana peran financial deepening suatu negara dalam stabilisasi nilai tukar ini. Model persamaan yang diestimasi, dikembangkan dari penelitian (Aizenman dan Crichton, 2006), yakni: 1. Model international reserves mitigation terms : (III.4) 2. Model financial deepening mitigation terms : Dimana : RER adalah nilai tukar riil (Real Exchange Rate); ETOT adalah efektifitas nilai tukar perdagangan yang dinilai dari keterbukaan perdagangan (Trade Openness) yang dikalikan dengan nilai tukar perdagangan (Terms of Trade); RES adalah cadangan internasional (International reserves); FD adalah kedalaman sektor keuangan (Financial Deepening); i adalah crossection indentification; t adalah time series identification; à µit adalah Koefisien pengganggu (error terms) 4. Varian pertama dari teknik estimasi data panel adalah pendekatan pooled least square (PLS) yang secara sederhana menggabungkan seluruh data time series dan cross section dan kemudian mengestimasi model dengan menggunakan metode ordinary least square (OLS) 5. Pendekatan kedua adalah fixed effect model (FEM) yang memperhitungkan kemungkinan perbedaan intercept antar individu yang ditunjukkan dengan kehadiran à ±i pada persamaan (III.6). Secara teknis, model dengan fixed effect menambahkan dummy variables sebanyak N-1 buah ketika terdapat N individu. Pendekatan ketiga adalah random effect model (REM) yang dapat memperbaiki efisiensi proses least square dengan memperhitungkan error dari time series dan cross section. Berbeda dengan FEM, model REM memperlakukan intercept sebagai random variable dengan rata-rata à ± dengan stokastik terms à µit. Model random effect adalah variasi dari estimasi generalized least square (GLS). Model data panel untuk masing-masing varian teknik tersebut adalah sebagai berikut (Gujarati, 2003: 640): a. Pooled Least Square (III.6) b. Fixed Effect (III.7) c. Random Effect (III.8) Pada dasarnya penggunaan metode data panel memiliki beberapa keunggulan (Widarjono, 2005: 254). Pertama , panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit dengan mengijinkan variabel spesifik individu. Kemampuan mengontrol heterogenitas 4 Definisi operasional variabel lebih detail dapat dilihat dilampiran IV.A. 5 Lihat: Baltagi, 2002 ; Gujarati, 2003 ; Maddala ; 1993 ; Pindyck dan Rubinfeld, 1998. individu ini pada gilirannya menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Kedua, jika efek spesifik signifikan berkorelasi dengan variabel penjelas lainnya, penggunaan panel data akan mengurangi masalah omitted variables secara substansial. Ketiga , data panel mendasarkan diri pada observasi cross section yang berulang-ulang (time series), sehingga metode data panel cocok untuk digunakan sebagai study of dynamic adjustment. Keempat, tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informatif, lebih variatif, kolinearitas antar variabel yang semakin berkurang dan peningkatan derajat kebebasan (degree of freedom), sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien. Kelima, data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks. Keenam, data panel dapat meminimalisir bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu. Keunggulan-keunggulan tersebut diatas memiliki implikasi pada tidak diperlukannya pengujian asumsi klasik dalam model data panel, sesuai apa yang ada dalam beberapa literatur yang digunakan dalam penelitian ini6. Dalam estimasi selanjutnya sebagai persyaratan estimasi regresi data panel, perlu di pilih penggunaan antara pooled least square, random effect model atau fixed effect model. Ketiga model tersebut akan berbeda dalam intrepetasi selanjutnya sehingga perlu dilakukan pemilihan model untuk memperoleh estimasi yang efisien sesuai dengan penggunaan regresi data panel. Pertama uji statistik F digunakan untuk memilih antara metode PLS tanpa variabel dummy atau memilih Fixed Effect. Kedua uji Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk memilih antara OLS tanpa variabel dummy atau memilih Random Effect. Terakhir , untuk memilih antara Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect Model (REM) digunakan uji yang dikemukakan oleh Hausman. Jika data time series lebih besar dibandingkan data cross section maka teknik efek acak (REM) kurang tepat atau tidak dapat dipakai untuk mengestimasi suatu model (Telisa, 2004:30)7. Dalam model penelitian ini teknik Random Effect Model (REM) tidak dapat digunakan, karena pada penelitian ini jumlah time series (28 time series) lebih besar dibandingkan dengan jumlah cross section (6 cross section). Oleh sebab itu pemilihan teknik estimasi dalam penelitian ini hanya memilih diantara dua teknik estimasi yaitu PLS (Pooled Least Square) atau FEM (Fixed Effect Model). Hasil pengujian menyarankan penggunaan Model Fixed Effect (Unrestricted) dalam penelitian ini. 6 Lihat: Maddala, 1998; Pindyck Rubinfeld, 1991; Greene, 2003; Gujarati, 2003; Widarjono, 2005. 7 Ibid IV. HASIL DAN ANALISA IV.1. Model International Reserves Mitigation Terms Berdasarkan hasil pengolahan data dalam tabel III.1. koefisien determsinasi model International Reserves Mitigation Terms untuk keseluruhan negara adalah sebesar 0.999602 sedangkan untuk estimasi spesifik masing-masing negara adalah sebesar 0.999845. Artinya variasi variabel independen dalam model tersebut mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen kedua model tersebut masing-masing sebesar 99,96% dan 99,98%. Secara simultan, variabel-variabel yang digunakan dalam estimasi keseluruhan maupun estimasi spesifik memiliki pengaruh yang signifikan, kondisi tersebut dapat diketahui dari nilai Fyang masing-masing sebesar 57441.05 dan 57032.28. Nilai tersebut melebihi nilai kritis yang dipersyaratkan sesuai dengan F-tabel hingga taraf signifikansi 1%. Dengan demikian nilai F> Fyang berarti H ditolak. Secara parsial sebagaimana terdapat dalam tabel dibawah menunjukkan pengaruh masing-masing variabel bebas yang signifikan terhadap variabel nilai tukar riil (variabel dependen) pada estimasi secara keseluruhan. Namun untuk estimasi spesifik masing-masing negara hanya variabel effective terms of trade Indonesia, reserves mitigation terms Indonesia, Korea dan Amerika yang signifikan secara statistik mempengaruhi vriabel real exchange rate. Sumber: Hasil pengolahan Keterangan: * = Signifikan 1%; **=Signifikan 5%. Dari estimasi secara keseluruhan dalam tabel diatas terlihat bahwa pengaruh effective terms of trade (ETOT) terhadap real exchange rate (RER) adalah positif. Temuan empiris ini tidak sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu diharapkan bernilai negatif. Dengan asumsi bahwa peningkatan real exchange rate merupakan depresiasi nilai tukar domestik atau apresiasi nilai tukar mitra dagang, maka peningkatan pada effective terms of trade suatu negara terhadap negara-negara mitra dagangnya cenderung meningkatkan (depresiasi) real exchange rate. Rata-rata effective terms of trade keseluruhan negara obyek penelitian adalah 1,82, dengan perubahan pada real exchange rate rata-rata apresiasi sebesar 0,04%. Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa elastisitas real exchange rate terhadap effective terms of trade shock ialah kenaikan effective terms of trade sebesar 1% mempengaruhi real exchange rate sebesar 0.28%. Dapat diartikan bahwa perbaikan effective terms of trade akan menyebabkan mata uang luar negeri mengalami apresiasi terhadap mata uang dalam negeri. Kondisi demikian menggambarkan bahwa keterbukaan perdagangan memiliki sisi negatif yaitu kecenderungan untuk melemahkan nilai tukar suatu negara ketika terjadi penurunan kinerja perekonomian negara mitra dagang tersebut dan dengan dukungan trade openness dan effective terms of trade yang semakin meningkat. Kondisi ini secara aktual dapat digambarkan pada resesi global pada saat ini yang hampir tidak sedikitpun negara yang menuai imbas negatif. Hampir seluruh perekonomian dunia termasuk nilai tukarnya cenderung terdepresiasi dan perekonomian berjalan lambat. Ketidaksesuaian hasil ini dimungkinkan juga dikarenakan kekuatan pasar yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar. Aliran modal jangka pendek, aliran keuangan internasional baik dari pemerintah maupun swasta yang erat kaitannya dengan keterbukaan perekonomian suatu negara memungkinkan berpengaruh pada nilai tukar riil. Besaran (magnitude) effective terms of trade dalam mempengaruhi pasar nilai tukar dapat dikatakan terlalu kecil jika dibandingkan dengan varabel-variabel lain yang berkaitan dengan nilai tukar. Berdasarkan hasil estimasi dapat dikemukakan bahwa peningkatan atau perbaikan pada effective terms of trade suatu negara berdampak pada peningkatan (apresiasi) nilai tukar riil negara lain sebagai mitra dagang utamanya atau penurunan (depresiasi) nilai tukar pada negaranya sendiri. Dapat dikatakan pula bahwa perbaikan yang terjadi pada effective terms of trade suatu negara menguntungkan negara mitra dagangnya dari sisi nilai tukar, namun tidak untuk negaranya sendiri. Hal ini merupakan efek negatif keterbuk
Saturday, January 18, 2020
Value Alignment
Starbuck's Value Alignment BUS 475 Starbuck's Value Alignment Aligning organizational values with the organizationââ¬â¢s actual plans and actions provides a formula for success. Decisions made through the planning process are more effective if the values of the organization are a part of the process. The values of Starbucks are the core of daily operations of the organization. Oftentimes, organizational values are aligned with the personal values of the customers, defining the social responsibility of the organization.Team C analyzes personal and workplace values, explaining how these values correlate to the actions and behaviors of the Starbucks organization. Analyzed Origins and Evolution of Personal and Workplace Values A companyââ¬â¢s core values are the foundation for success of their business. The business does require a good product, placement, people, and promotion, but at the heart of the company are the values and principles it believes in. Starbucks formulated its Mi ssion Statement and Guiding Principles in 1990 and are the roots of its culture and serve as the guide for its partners.At the core is the philosophy of being truly committed to holding each other accountable for their actions. This is supported by a communication system that is designed to give everyone a voice. This provides ownership at all levels and a responsibility for all employees to be a part of the success. The six Guiding Principles outline the values that Starbucks works toward achieving. First, provide a great work environment and treat each other with respect and dignity. The second principle is to embrace diversity. Third, apply the highest standards in purchasing, roasting, and fresh delivery of coffee every day.The fourth principle is to develop enthusiastically satisfied customers. As a fifth principle, Starbucks contributes positively to the communities and the environment. Last, recognize that profitability is essential to success. These values are the governing elements of the workplace at Starbucks. Individual Values Oneââ¬â¢s individual values will have an influence on his or her actions and behaviors. Some values will determine why someone acts the way he or she does and how he or she would respond. For example, if a person is very determined, he or she may become a workaholic. If a person believes in integrity, he or she will probably be honest.A company tries to find individuals who share the same commonalities. Starbucks has an ethical standpoint of trying to please the customers by providing excellent products and service. Starbucks hires friendly and hardworking employees to represent the business. Values, Actions, and Behaviors Values, actions, and behaviors all have a shared alignment. The values are what drive employees to make sound decisions that will positively affect their actions and behaviors. If an employee did not share the same values, his or her actions and behaviors may represent how the company and employee share opposing values.For example, if an employee did not care about customer satisfaction, he or she would act irresponsible and aloof. This would make management unsatisfied because they do not share the same values. An employee who shared the same values would try to work hard and would treat customers nicely. An employeeââ¬â¢s values can easily be interpreted by how he or she acts and responds to people. Stated Values versus Actual Actions Starbucks mission is ââ¬Å"to inspire and nurture the human spirit ââ¬â one person, one cup and one neighborhood at a timeâ⬠(Starbucks, p1).With more than 17,900 stores and thousands of employees, not to mention a high customer loyalty and approval Starbucks is achieving just that every day. Not only is the quality of the product important but also the conditions in which the coffee is grown, it is needs to be environmentally sound as well as good working conditions for the laborers who grow it. In the years 2007 through 2010, they wer e recognized as one of the ââ¬Å"Worldââ¬â¢s Most Ethical Companies,â⬠in the years 2009-2010 they were named the ââ¬Å"Most Ethical Company, European Coffee Industry,â⬠and in 2010 one of the ââ¬Å"Global 100 Most Sustainable Corporations in the Worldâ⬠(Starbucks).These awards prove that there is a direct alignment with their stated and actual values. What Starbucks values, and has been proven, is its commitment to the employees of which they call partners. By showing the commitment of a good work environment Starbucks is rewarded with a friendly and knowledgeable staff. All employees, both full and part-time alike can obtain health insurance, a benefit that is almost unheard of from a part-time standpoint.The following awards have be given to Starbucks proving the actions of their stated values, one of ââ¬Å"The 100 Best Companies to Work Forâ⬠FORTUNE ââ¬â 1998ââ¬â2000, 2002ââ¬â2010, one of the ââ¬Å"Most Admired Companies in Americaâ⬠FORTUNE ââ¬â 2003ââ¬â2010, One of the ââ¬Å"Best Places to Work for LGBT Equalityâ⬠The Human Rights Campaign ââ¬â 2009-2010 (Starbucks). Our Values and Organization Values Starbuckââ¬â¢s Coffee Company admits, every once in a while, every organization makes a bad judgment. However, what separates Starbucks from other organizations is their value-driven willingness openly to evaluate their actions.For example: Starbuckââ¬â¢s President Orin Smith States, ââ¬ËThe first hour after September 11, 2001 terrorist attack on the World Trade Center, a Starbuckââ¬â¢s employee in New York sold a bottle water to paramedic. Starbuckââ¬â¢s meant to donate the water the employees made a mistake. When Starbuckââ¬â¢s president learned of the error he immediately called the paramedic and the public relation team to issue a news release apologizing and reimbursing the paramedics. He ensured that Starbuckââ¬â¢s employees were donating water, coffee, and other pro ducts to rescue workers and to the injured. As Team C analyzes the degree of alignment between personal values and the organization values as reflected by the organization plan and actions, Starbuckââ¬â¢s values are parallel to personal values. The team agrees with Starbuckââ¬â¢s eagerness to admit their mistake and captivating actions to correct them. This confirms that Starbucks is value-driven and stands behind their mission and values statement. Team C found no dissimilarity in personal values and Starbuckââ¬â¢s values because employees and customers agree with Starbuckââ¬â¢s providing a great work atmosphere and treating each other with dignity and respect. ConclusionThe guiding principles of Starbucks, as revealed above, outline the values of the organization. Aligning the personal values of potential employees with those of the organization, allows Starbucks to hire quality candidates that enhance the business. Starbucks calls these employees partners and continue s to grow as an organization receiving rewards as being one of the best companies to work for. References Starbucks Coffee Company, (2011). Assets. Retrieved from http://assets. starbucks. com/assets Starbucks Coffee Company, (2011). Company Information. Retrieved from http://www. starbucks. com/about-us/company-information Value Alignment Values are important to life. Every day the working class faces two sets of values. He or She has their individual values and the values of the organization he or she works for. This paper will analyze the origin and subsequent evolution of both workplace values and personal values. The paper will explain how individual values drive the actions and behaviors of people, and analyze the alignment between personal values and actions and behaviors. Then it will analyze how personal values align with those of another organization, and why it is important that personal and business values align.Origin and Subsequent Evolution of Values Oneââ¬â¢s values are personal beliefs that guide oneââ¬â¢s behaviors and decisions. Values are held deep with oneââ¬â¢s subconscious and are integrated into his or her everyday life. Every day people make decisions and these decisions even if they are choices are impacted by his or her own values. One gains his or her personal values based on his or her life experiences. Personal values began to develop during child hood and as one grow older and experiences life he or she may drop some of these values and add others (Lopper, 2007).Workplace values are much like personal values. As the business grows the companies values will change, and some will be dropped, and others will be picked up. In the beginning, depending on the size of the company the values of the company are based on the ownerââ¬â¢s personal values. Workplace values set the guidelines for how the company is to make every day business decisions. Workplace values should promote extraordinary customer service by motivated, happy, and productive employees (Heathfield, 2011).My personal values are family, honesty, integrity, success, dedication, and treat others as you want to be treated. Many of these like treat others as you want to be treated are values that I learned as a child and others like family have become more defined as I go through life. My favorite pr evious employer Holland America Tours values are focus, service excellence, integrity, honesty, team, change, optimism, and perspective. Individual Values Drive Actions and Behaviors Two people can have the same set of values but take different actions and have different behaviors.This happens because of the way that the two people define the values that drive him or her. An example of this would be success. One person can define success as a roof over his or her head, and food on the table. Whereas, another person would define success as a bunch of money in the bank (Khoo, 2008). Reflecting on how I got to where I am today my values have not changed much; however my definition of my values has changed. I do believe that my actions and the decision I have made in life reflect my values.Holland Americas values have helped them in reaching their mission of excellence and through excellence they can create once in a lifetime experiences every time. Alignment between Organizational Valu es and Personal Values When starting or applying to work with a company it is important to do oneââ¬â¢s research and find what the companyââ¬â¢s values are and how well they align with his or her personal values. Working for a company that has totally different values than oneââ¬â¢s own values can create an unpleasant work environment (Khoo, 2008).Holland America Tours values and my personal values is not a perfect match but yet it was one of my favorite places to work. This is because my personal values did align with the majority of Holland America Tours values. I did not always agree with the decision that the company made I did however follow those decisions in every possible ways. None of them went completely against my own personal values. Values wether they are personal or the workplace are important to everyoneââ¬â¢s every day life.Our personal values we use to make daily decisions and our work values we use to make decisions at work. Both personal and workplace values are created in the early stages of life and then change as the person or as the company grows. Values are what drive our actions and our behaviors. They are the reason we act the way we do. Because values mean so much to us in our daily lives one has to find an employer that has values that align with his or her personal values. Doing so will allow one to make decisions at work easier and without feeling as if he or she is making the wrong decision.ReferencesHeathfield, S. M. (2011). How to Make Values Live in Your Organization. Retrieved from http://humanresources. about. com/od/orgdevelopment/a/valueslive. htm Khoo, A. (2008, June 5). How your Personal Values Drive Your Decisons In Life. Retrieved from http://www. articlesbase. com/self-improvement-articles/how-your-personal-values-drive-your-decisons-in-life-439134. html Lopper, J. (2007, October 23). Development of Personal Values. Retrieved from http://www. suite101. com/content/development-of-personal-values-a33585
Friday, January 10, 2020
The Fundamentals of Essay about Family History Samples You Will be Able to Benefit From Beginning Right Away
The Fundamentals of Essay about Family History Samples You Will be Able to Benefit From Beginning Right Away Record the information which you obtain so you do not forget anything important that should be in your essay. Elaborate each idea until it will become clear and total. There are plenty of methods to come to that point. Some individuals frequently have problems drafting outlines, especially in regards to essay outlines. You have to do an exhaustive analysis of the assorted keywords offered in the question. It is possible to start by reading some family studies topics which are relevant to the question that you're managing. Explore all the details of the topic in order for your content can be comprehensive. To begin with, you have to look at our family history essay examples with a related topic as what you have and receive a concept of the sort of content that you ought to source for. Additionally, there are people from some other nationalities who might not be Muslims. You must identify who is going to be the people you want to concentrate in your report. To manage the burden of needing to compose lots of essays, many students decide to purchase custom written essays. Practice IELTS essay questions for the subject of family and kids. Ruthless Essay about Family History Samples Strategies Exploited Another reason family is vital to me is they are people who love and understand me. Consider also what kind of family history that you want to write about. Like, for instance, you've resolved to write dream family essay, because that is the way you see own family. You don't have to be concerned anymore whenever you have a family history essay to complete within a limited moment. In the society, there's much requirement of the ideal family because the actual family creates a great community and very good society makes an excellent country. As you see, there's a significant lot to write about your family members. Colleges might ask you to spell out your family members, but what they are often hoping to understand is the kind of values your family hold. Focus one step at one time, or you'll end up scrambling all over the area. Family plays an important part in human life. The family isn't only a group of individuals who live together, have the exact same last name, it's far more beyond that. It is not a part of life, it is everything. If it has a good relationship with its members, they will have a stronger commitment to each other. If people aren't so close with their family members, they are totally free to pursue their own dreams and aspirations, and to concentrate on improving their own way of life. So, there are all sorts of special methods you'll be able to focus a project on family. Contemporary technology also usually means that people are somewhat more interested in their on-line life than interacting with their family in their free moment. Writing about your family is a really complicated task that it is possible to accomplish if you read the rest of this blog article. It is very important and valuable to me and is something that should never be taken for granted. Making an album is an excellent idea if your family managed to preserve a great deal of pictures. If you consider the question carefully, you will observe there are two tasks. To summarize, there are lots of strategies to turn your private life experiences into fun papers. A couple of the pieces were painted by Francis, among the residents. Get your genealogy research on track by utilizing this model to make your own plan of attack. My family essay is among the most frequent assignments students get all over the world. Family history is extremely important to not forget. It is an integral part of every human. It gives us the strength we need to get through the bad times and celebrates the good times with us.
Thursday, January 2, 2020
Roman Emperor Titus Biography
Dates: c December 30, 41 A.D. to 81 A.D. Reign: 79 A.D. to September 13, 81 A.D. The Reign of Emperor Titus The most momentous events during the short reign of Titus were the eruption of Mt. Vesuvius and the destruction of the cities of Pompeii and Herculaneum. He also inaugurated the Roman Colosseum, the amphitheater that his father had built. Titus, the older brother of the notorious emperor Domitian and son of Emperor Vespasian and his wife Domitilla, was born December 30 around 41 A.D. He grew up in the company of Britannicus, son of Emperor Claudius and shared his training. This meant Titus had enough military training and was ready to be a legatus legionis when his father Vespasian received his Judaean command. While in Judaea, Titus fell in love with Berenice, daughter of Herod Agrippa. She later came to Rome where Titus continued his affair with her until he became emperor. In 69 A.D., the armies of Egypt and Syria hailed Vespasian emperor. Titus put an end to the revolt in Judaea by conquering Jerusalem and destroying the Temple; so he shared the triumph with Vespasian when he returned to Rome in June 71 A.D. Titus subsequently shared 7 joint consulships with his father and held other offices, including that of praetorian prefect. When Vespasian died on June 24, 79 A.D., Titus became emperor, but only lived another 26 months. When Titus inaugurated the Flavian Amphitheater in 80 A.D., he lavished the people with 100 days of entertainment and spectacle. In his biography of Titus, Suetonius says Titus had been suspected of riotous living and greed, perhaps forgery, and people feared he would be another Nero. Instead, he put on lavish games for the people. He banished informers, treated senators well, and helped out victims of fire, plague, and volcano. Titus was, therefore, remembered fondly for his short reign. Domitian (a possible fratricide) commissioned an Arch of Titus, honoring the deified Titus and commemorating the Flavians sack of Jerusalem. Trivia Titus was emperor at the time of the famous eruption of Mt. Vesuvius in 79 A.D. On the occasion of this disaster and others, Titus helped the victims. Sources The Occasion of the Domitianic Persecution, Donald McFayden The American Journal of Theology Vol. 24, No. 1 (Jan. 1920), pp. 46-66DIR, and Suetonius
Subscribe to:
Posts (Atom)